JAKARTA — Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (Reforminer Institute) Pri Agung Rakhmanto menyatakan, secara keseluruhan, pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang gerakan hemat energi lebih hanya merupakan retorika. Pihaknya meragukan bahwa lima langkah yang dikemukakan dalam pidato itu akan dijalankan dengan sungguh-sungguh, diukur efektivitasnya, dan dievaluasi.
Dari pengalaman sebelumnya, hal itu tidak terealisasi. Sebagai contoh, penggunaan teknologi untuk pengendalian konsumsi bahan bakar minyak (BBM) kendaraan di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU) sudah lama diwacanakan, tetapi tidak jelas realisasinya. Anggarannya pun tidak ada dalam APBN Perubahan 2012.
"Yang jelas, seruan hemat energi oleh Presiden sudah berulang kali diretorikakan sebelumnya, melalui Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005, Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2008, dan tanggal 2 Agustus 2011 juga ada pidato Presiden yang menyerukan hal yang sama, disusul dengan Instruksi Presiden Nomor 13 Tahun 2011," papar Pri, Rabu (30/5/2012), di Jakarta.
Sejauh ini belum terlihat hasil nyata dari instruksi Presiden terkait dengan penghematan energi itu. Presiden Yudhoyono ketika menyampaikan pidato tentang gerakan nasional penghematan energi serta peningkatan pendapatan negara dan optimasi anggaran di Istana Negara, Jakarta, Selasa (29/5/2012), mengemukakan lima kebijakan dan tindakan yang akan dilakukan pemerintah.
Pertama, pengendalian sistem distribusi di setiap SPBU. Pengendalian ini dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Setiap kendaraan akan didata secara elektronik, baik data kepemilikan maupun data fisik kendaraan tersebut.
Langkah kedua adalah pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan pemerintah, baik pusat maupun daerah, juga untuk BUMN dan BUMD. Langkah ini dilakukan dengan pemberian stiker khusus bagi kendaraan yang dilarang menggunakan BBM bersubsidi tersebut. Jajaran pemerintah pusat dan daerah, BUMN, dan BUMD diharapkan dapat memberikan contoh nyata dalam upaya penghematan BBM ini.
Kebijakan ketiga adalah pelarangan BBM bersubsidi untuk kendaraan perkebunan dan pertambangan. Pelarangan ini juga dilakukan dengan menerapkan sistem stiker. Pengawasan dilakukan oleh BPH Migas secara terpadu bekerja sama dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah.
"Harus pula dilakukan kontrol yang ketat di daerah, utamanya di area usaha perkebunan dan pertambangan, serta industri atas pelaksanaan ketentuan ini. Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan BBM bagi kalangan pertambangan dan perkebunan, Pertamina akan menambah SPBU BBM nonsubsidi sesuai dengan kebutuhan di lokasi-lokasi tersebut," kata Presiden.
Kebijakan keempat adalah konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG) untuk transportasi. Program konversi atau pengalihan penggunaan BBM ke BBG ini, kata Yudhoyono, harus menjadi program utama nasional. Hal ini merupakan upaya Indonesia mengurangi ketergantungan pada BBM dan kemudian beralih ke gas, terutama di sektor transportasi.
Kebijakan kelima adalah penghematan penggunaan listrik dan air di kantor-kantor pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD serta penghematan penerangan jalan, yang semuanya mulai diberlakukan pada Juni 2012.
Sumber : KOMPAS.com
No comments:
Post a Comment