Wednesday, June 13, 2012

"City Walk" Slamet Riyadi, Cermin Ramah Kota Solo

"City Walk" Slamet Riyadi, Cermin Ramah Kota Solo
Keunikan lainnya pada city walk ini adalah ketika pada pagi hari, antara pukul 06.00-09.00 WIB. Di kawasan ini, Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di sepanjang segmen 3 dan 4.
The Spirit of Java. Itulah sebutan kota Solo yang sarat akan makna di dalamnya. Kota dengan budaya Jawa yang masih sangat kental dan bertahan hingga saat ini.

Solo, yang juga sering disebut kota batik ini memiliki sudut pandang penataan kawasan cukup apik dan tertata, serta tetap mempertahankan beberapa bangunan heritage pada pusat kotanya. Sebutlah misalnya Pasar Gedhe, pasar tradisional yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Namun, hal cukup menarik jika pertama kali berkunjung ke Kota Solo adalah sebuah kawasan khusus bagi pejalan kaki, yang panjangnya sesuai dengan panjang jalan utama di Kota Solo, yaitu Jalan Slamet Riyadi. Jika diambil dari arah Yogyakarta, city walk ini berada di sebelah kanan jalan.

Menurut Dinas Tata Kota Kota Surakarta, tujuan utama dibangunnya city walk ini adalah menyediakan ruang publik sebagai ajang interaksi bagi masyarakat dan wisatawan dengan konsep 'Solo Tempo Doeloe'.

City walk tersebut dibagi menjadi 7 segmen, yang masing-masing segmen dilengkapi fasilitas publik seperti stadion, pusat perbelanjaan, taman rekreasi, pasar tradisional, wisata kuliner dan seating group untuk beristirahat. Segmen pertama dimulai dari Purwosari - Brengosan dengan fasilitas publik berupa pusat perbelanjaan dan kuliner. Segmen kedua, Brengosan-Gendengan, dilengkapi dengan wisata kuliner.

Selanjutnya, pada segmen Gendengan-Stadion terdapat pusat perbelanjaan SGM (Solo Grand Mall). Sementara di segmen keempat, Stadion-Ngapeman, yang tergabung dengan fasilitas berupa stadion R. Maladi Sriwedari dan THR Sriwedari (Taman Hiburan Rakyat). Selain itu, ada Museum Radya Pustaka di segmen keempat city walk ini.

Di segmen kelima, Ngapeman-Yos Sudarso, terdapat wisata belanja dan budaya. Pada segmen keenam, Yos Sudarso-Gladag terdapat pusat belanja PGS (Pusat Grosir Solo) dan kuliner pada malam hari, yakni Gladag Langen Bogan (Galabo), yang standar harga kulinernya di atas rata-rata lokasi kuliner lainnya.

Sementara pada segmen terakhir, yakni segmen ketujuh dimulai dari Gladag-Pasar Gedhe yang merupakan pasar tradisional dengan bangunan tempoe doeloe. Difabel atau penyandang cacat pun dapat beraktivitas dengan nyaman dan aman di city walk ini.

Keunikan lainnya pada city walk ini adalah ketika pada pagi hari, antara pukul 06.00-09.00 WIB. Di kawasan ini, Pedagang Kaki Lima (PKL) berjualan di sepanjang segmen 3 dan 4. Dengan gerobak yang seragam, umumnya mereka berjualan minuman dan makanan ringan untuk sarapan. Jarak antarmereka pun diatur sekitar 20 meter.

Taman-taman kecil sepanjang city walk juga tertata apik dengan bantuan Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Surakarta. Kendati demikian, beberapa perbaikan masih perlu diperhatikan untuk keindahan city walk, seperti kebersihan pedestrian, kebersihan saluran drainase, serta pengalihfungsian city walk menjadi tempat parkir.

Memang, city walk yang seharusnya nyaman bagi difabel dan nondifabel justru akan terganggu dengan hadirnya kendaraan bermotor roda dua yang melewati untuk menghindari kemacetan di jalan utama. Sebagai kota yang menjadi salah satu dari 10 kota terbaik di Indonesia, Solo mampu membuat sebuah ciri khas untuk kotanya, termasuk berkat kehadiran city walk ini. Tidak hanya dari segi budaya, namun dari segi fisik kota, seperti bertahannya bangunan lama dan bersejarah dan city walk ini.

Namun, perbaikan-perbaikan kecil seperti kebersihan dan pemeliharaan fasilitas umum perlu ditingkatkan agar kenyamanan pengguna city walk terutama difabel, wisatawan dan masyarakat umum meningkat. Dengan begitu, fungsi city walk akan berjalan sesuai konsep dasar, yaitu menyediakan ruang publik yang nyaman sebagai ajang interaksi bagi masyarakat dan wisatawan.

Sumber : KOMPAS.com

No comments:

Post a Comment