Jakarta - Pekan ini pasar akan mencermati Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) yang dijadwalkan besok, serta rencana diberlakukannya deposito valas yang diharapkan dapat memberi sentimen positif terhadap rupiah. Namun masih tingginya ketidakpastian di kawasan Eropa akan tetap membayangi apresiasi mata uang lokal.
Jumat pekan lalu, rupiah ditutup menguat 71 poin (0,75 persen) ke level 9.388 per dolar Amerika Serikat. Dengan demikian, dalam sepekan kemarin, rupiah hanya menguat tipis dua poin dari posisi pekan sebelumnya, 9.390 per dolar AS.
Pengamat pasar uang Farial Anwar mengungkapkan, mendekati pelaksanaan pemilihan umum Yunani, 17 Juni mendatang, yang dianggap sangat menentukan keberadaan Negeri Para Dewa di Uni Eropa, para pelaku pasar akan sangat berhati–hati. Sebab, jika Yunani akan keluar dari Uni Eropa, akan berdampak negatif dan menimbulkan efek domino. “Kepercayaan Uni Eropa untuk melindungi anggotanya yang mengalami masalah diragukan serta akan menekan mata uang tunggal euro ke posisi US$ 1,2,” ujarnya.
Terus berlanjutnya kecemasan di kawasan Eropa membuat para investor akan tetap menempatkan dananya dalam bentuk dolar AS yang dianggap paling aman saat ini. Dengan demikian, greenback (sebutan dolar AS) akan cenderung menguat karena akan tetap diburu oleh para investor yang keluar dari bursa saham ataupun komoditas.
Akan diberlakukannya deposit dolar AS oleh Bank Indonesia untuk menampung hasil devisa yang disimpan di perbankan serta kebijakan suku bunga BI Rate dalam menyikapi perekonomian domestik di tengah krisis Eropa yang semakin luas dapat menjadi penopang rupiah untuk melanjutkan apresiasinya.
Dia memprediksi, rupiah akan ditransaksikan dengan rentang 9.275-9.500 per dolar AS. Dalam transaksi non-deliverable forward (NDF) pasar New York akhir pekan lalu, rupiah ditutup melemah 32 poin (0,34 persen) di level 9.439 per dolar AS.
Sumber : TEMPO.CO
No comments:
Post a Comment